Pengalaman dan Sharing Pembelajaran Adaptasi perubahan iklim wilayah pesisir di Thailand (bagian 2)

Kegiatan hari ketiga
Pada hari ketiga, saya bangun agak cepat karena ingin mengabadikan beberapa kegiatan nelayan disekitar home stay tempat saya menginap. pukul 8.45 kami disuguhkan sarapan mirip dengan bubur ayam. Tentunya ini enak karena sesuai dengan selera kami. Pukul 09.49, kami Bertemu dan Diskusi bersama masyarakat pesisir Darn Sawee sub district. Hadir dalam diskusi tersebut peneliti kelautan dan pemerintah daerah provinsi Chumphon dari Unit Managemen mangrove. Sebagai narasumber adalah Pak  watsalin  sebagai coordinator group Di desa ini mereka melaksanakan program prioritas yaitu restorasi perikanan laut (Fish Hose) dan ecological mangrove restoration.  Hal ini untuk mengantisipasi Dampak perubahan iklim meningkatkan risiko untuk perikanan menengah dan skala kecil karena meningkatnya angin kencang dan gelombang tinggi. Oleh kerena itu fish hause dan artificial coral reef dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan kehidupan biota laut diwilayah pesisir sehingga masyarakat yang tinggal di daerah ini dapat meningkatkan pendapatannya.
Sebagai gambaran awal di Darn Sawee sub district, Mata pencaharian utama masyarakat adalah menangkap ikan dilaut. Mata pencarian lainnya adalah bertani dan  usaha eko wisata : home stay. Diwilayah ini 20 tahun terakhir tidak lagi menggunakan kapal besar untuk menangkap ikan. Karena biaya operasinal tinggi dan tidak  menghasilkan ikan. Mereka merubah kapal2 tersebut menjadi kecil agar mengurangi biaya operasional seperti terlihat sekarang. Kegiatan penangkapan ikan  disini mereka menggunakan kapal kecil dan berdiskusi dgn warga dan hasilnya mereka sepakat untuk mengadakan konservasi di dekat desa mereka dengan model Fish House. Mereka menggunakan diversifikasi penangkapan ikan, craft hause dan squid hause serta kuda laut. Kelompok ini menyepakati bentuk zonazi area perikanan. Zonasi 1 dekat (close harbour) namanya  Inner zone berjarak  1 - 3 km. Zonasi Inner zone hanya  usaha rumahan mereka dan hanya bisa menangkap  ikan-ikan kecil dan kuda laut, Zonasi 2) atau middle zone untuk menangkap cumi-cumi  3 - 6 km dan Zonasi outher zone ( 3 – 6 km). Zonasi 3 – 6 km zona konservasi tdk diperkenankan dan larangan kapal besar  untuk melakukan penangkan ikan di wilayah zonasi ini.
Adapun nelayan kecil dengan kapal kecil diizinkan menangkap ikan di zonasi ini.  Zonasi ini juga diratifikasi dan diketahui oleh Badan Pemetaan Wilayah Laut Thailand dan Digariskan dalam Peta batas zonasi pesisir. Model Zonasi dengan Aturan  di daerah ini merupakan model yang diaplikasikan di wilayah pesisir lainnya.  Model ini sdh dididkusikan di 3 provinsi  dan akan dikembangkan pada 6 provinsi. 5 tahun lalu nelayan luar datang menangkap ikan setapi sekarang setelah disosialisasikan tdk banyak lagi Nelayan yang melakukan pangkan ikan illegal dengan syarat ketentuan yang diberlakukan . Seperti contoh hanya kapal kecil yang dapat menagkap ikan di wilayah tesebut. Karena mereka akan ikut dengan aturan serta regulasi yang ada.  Dari hasil laporan Sebelum, nelayan hanya bisa menangkap ikan  di inter zone sebanyak  20 kg sekarang sudah bisa menangkap ikan  100 kg. Hal lain pula bahwa Species  ikan sdh mulai banyak. Laporan Centre of Maritime menginformasikan bahwa Darn Sawi Coastal  termasuk wilayah  yang banyak tangkapan ikannya. Bantuan teknikal dari pemerintah tidak ada,  yang mereka bantu adalah untuk pembuatan zona perlindungan laut dan bantuan training konservasi. Mereka jual ikan ke pengumpul besar disekitar lokasi. Mereka lebih cenderung menangkap ikan dilaut dibanding budidaya. Sistem pembayarannya direct cash,  Model utang di gunakan pada waktu 20 tahun yang lalu. Adapun  kegiatan perempuan lebih banyak hanya menyiapkan makanan dan Memproduksi terasi udang, pada season calendar bulan   januari – maret setiap tahunnya. Kegiatan diskusi ditutup oleh Pak  watsalin dan selanjutnya mengunjungi lokasi program prioritas Fish house.  Fish House atau Rumah ikan/ rumpon di wilayah ini merupakan model yang dikembangkan oleh Dinas Perikanan dan kerjasama RTF BCR CC.  Desain fish House di wilayah ini adalah terbuat dari 3 bambu yang diikat secara pertikal Kemudian ditutupi dengan daun kelapa.  Menurut Dar sawi Working Group bahwa desain Fish hause ini berdasarkan kearifan lokal sehingga desainnya berbeda dengan lokasi lainnya. Kegiatan dilokasi fish house sampai pukul 11.42 siang dan selanjutnya menuju Tungsai subdistrict Provinsi  Nakhon Si Thammarat.
Pukul 16.28, kami tiba di Tungsai subdistrict Provinsi  Nakhon Si Thammarat dengan kegiatan Bertemu dan berdiskusi dengan masyarakat pesisir dan mengunjungi lokasi Crab Bank yang baru dibangun.
Pada saat sesi diskusi mereka memaparkan hasil FGD CVCA, mereka cukup merasakan dampak dari perubahan iklim karena pertanian tidak mencukupi pada bulan purnama kesulitan mendapatkan hasil dan jauh dari pantai.mereka mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan kecil khususnya menangkap kepiting di laut.  Mereka merasakan semakin hari semakin berkurangnya kepiting dan ukurannya semakin hari semakin kecil sehingga pendapatan mereka semakin kecil.
Alat tangkap yang mereka gunakan adalah sejenis Bubu yang disimpan dilaut.  Alat ini biasanya disimpan di laut pada malam hari dan pada pagi harinya diambil hasilnya.  Diantara hasil tangkapan banyak kepiting yang bertelur. Karena hasilnya semakin hari semakin berkurang maka mereka merencanakan untuk membuat crab bank yang sama dengan yang ada di provinsi krabi.
Pertama yang dilakukan adalah mereka study banding ke provinsi Krabi untuk mengetahui model crab bank. Selanjutnya mereka membuat model Mini Hatchery untuk kepiting yang disebut Crab Bank.
Untuk membuat Crab Bank mereka dibantu oleh Pemda provinsi membantu bangunan, Pipa-pipanya berasal dari bantuan pihak swasta. Untuk membangun diperlukan biaya Rp 50 juta bangunan untuk training dan lainnya Rp 30 juta.
Pada bulan-bulan tertentu Karena tdk bisa melaut mereka mengusahakan crab bank. Pada bulan oktober banyak kepiting yg bertelur. Kepiting bertelur yang ditangkap dengan bubu dipindahkan ke crab bank.  Telurnya yg menetas dipeihara 3 hari dan dilepas di laut (restocking). Kepiting  yg tdk bertelur yg dijual. Untuk menjaga populasi kepiting di laut mereka membuat daerah perlindungan laut sekitar 150 m dari bibir pantai yang mempunyai aturan hanya memperbolehkan menangkap dengan jaring minimal 4 inci.
Sekarang diwilayah ini hanya diperbolehkan menangkap kepiting yang tidak bertelur, kalau sudah bertelur maka harus dimasukkan kedalam Crab bank. Hal ini dilakukan untuk menjaga populasi kepting di daerah ini. Diskusi diakhiri sekitar 16.29  selanjutnya menuju Desa Park Duat Kecamatan Saopao Kabupaten Sho jhon’
Dalam perjalanan kami sempat berfoto ria di monumen anak raja thailand yang sudah meninggal. Dan dalam perjalanan kami juga berfoto ria didepan sekolah Watpratumtayakaram school yang merupakan sekolah internsional. 19.43 kami tiba di Bungalow tempat kami menginap.

Kegiatan hari keempat
Pukul 09.15 kami menuju Desa Park Duat Kecamatan Saopao Kabupaten Sho jhon untuk Bertemu dan berdiskusi dengan komunitas pesisir  Thungsai  di Saopao subdistrict dan kunjungan lapangan program prioritas Fish house.
Kegiatan pertama kami di desa Park Duat adalah berdiskusi dengan komunitas pesisir. Secara panjang lebar, ketua komunitas pesisir memaparkan Matapencaharian utama masyarakat komunitas pesisir Thungsai adalah nelayan dengan armada perahu kecil, ada juga pertanian, perkebunan, buruh dan pembudidaya tambak udang dan ikan. Pekerjaan kaum perempuan/ ibu-ibu adalah menjual hasil perikanan ke pesar terdekat.  
Selanjutnya ketua komunitas pesisir memberikan informasi Dampak perubahan iklim dan model penanganannya. dampak terjadi seperti erosi pantai, banjir, dan kenaikan permukaan laut memiliki efek yang besar pada kehidupan masyarakat, utamanya masyarakat yang tinggal diwilayah pesisir.  Sudah disadari bahwa hasil tangkap nelayan semakin hari semakin berkurang. Komunitas pesisir thungsai berupaya memperbaiki kondisi lingkungan perairannya dengan membuat Fish House , direncanakan akan dipasang sebanyak 300 titik.  Fish house yang dipasang di daerah ini agak berbeda dengan daerah lainnya karena perairan wilayah ini lebih dalam dibanding daerah lainnya. Fish house juga dijadikan sebagai batas/ area perikanan dengan armada kecil.  Perikanan menengah dan besar dilarang masuk kewilayah ini bila melanggar maka akan didenda 10.000 bath atau dipenjara selama 1 tahun. Ditingkat kecamatan dibentuk satuan pengawas untuk mengawasi perairan dan menegakkan aturan yang telah dibuat.
Didaerah ini pada saat ini tidak ada yang gunakan cyanida tetapi di tahun-tahun sebelumnya ada yang gunakan. Menurut ketua komunitas pesisr, tantangan dan hambatan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan skala kecil adalah pemerintah masih kurang memprioritaskan program peningkatan pendapat masyarakat, lebih banyak ke program infrastruktur seperti jalan dan program air bersih dengan alasan sulit diukur keberhasilannya.
Setelah diskusi selesai, kami mengunjungi lokasi fish house, menurut mereka Badan lingkungan hidup dan sumberdaya alam memberikan bantuan 80.000 bath untuk pembuatan fish house seperti model BCR CC .  pukul 11.44 kami meninggalkan Desa Park Duat menuju Desa pak praya Kec Taskhak city Muang Nakonrn Si Thammarat.
Pukul 13.38 tiba dilokasi, dengan kegiatan Berdiskusi dengan komunitas pesisir kecamatan Taskhak dan kunjungan lapangan Bamboo wall project. Kondisi Desa pak praya adalah sering Terjadinya gelombang pasang yang tinggi menyebabkan terjadinya abrasi di daerah pesisir yang sangat luas. Program adaptasi yang dilakukan addalah Membangun Bamboo wall disepanjang garis pantai berfungsi sebagai pemecah ombak dimaksudkan untuk membantu mengurangi  dampak gelombang tinggi  dan untuk meningkatkan sedimen tanah di pantai. Sejarah desa thn 1975 ada 2 ha hutan manrove, pada tahun 2003 ditebang menjadi empang udang. Ada 3000 rai atau 1 ha untuk udang sisanya untuk memperbaiki  mangrove. Mereka mau membangun mangrove tetapi lebih dahulu membangun Bamboo Wall.
Matapencaharian masyarakat adalah nelayan dengan armada kapal kecil sampai sedang. Disamping itu . Mereka membudidayakan kerang, kepiting dan ikan.
Bamboo wall berfungsi sebagai tempat berlindung bagi anakan mangrove yang baru ditanam higga umur lima tahun. Dan juga berfungsi untuk mrnurunkan laju abrasi dan juga sebagai tempat bagi biota laut lainnya untuk berlindung dan berkembang biak.
study di thailand selatan hasilnya bamboo wall mambu dapat menahan abrasi air laut dan lebih baik dengan menggunakan bambu. Mereka sudah membangun Bamboo Wall sudah 1 bulan. Sebelumnya dan mereka bisa menahan laju abrasi dan bisa menanam mangrove di dalamnya. 
Beberapa tahun sebelumnya mereka menanam mangrove tampa  Bamboo Wall dan gagal. Daya tahan bamboo wall adalah 5 tahun. Dengan asumsi 5 tahun kemudian mangrove sdh tumbuh dan tidak memerlukan lagi bamboo wall.  Ada banyak ikan yg menjadi ekosistem mangrove. Material bambu yang digunakan adalah 1400 batang bambu dalam 100 m dengan besar biaya Rp 35 juta, dengan asumsi  Panjang rata-rata bambu adalah 4 meter.

Peranan pemerintah ; proses alokasi dana dari pemda dengan acara komunitas bisa mengajukan proposal ke kecamatan. Tetapi untuk penganggaran baru oktober – september ada sekitar Rp 30 juta untuk program pembangunan  sekitar 1 juta dollar. Kegiatan diskusi bersama komunitas pesisir kecamatan Taskhak dan pemerintah kecamatan diakhiri sampai pukul 15.28 selanjutnya kami menuju ke lokasi pemasangan bamboo wall 
Kegiatan peninjauan lapangan lokasi Bamboo wall sampai pukul 16.44, dan merupakan akhir dari kegiatan selanjutnya kami kembali ke Bangkok dengan  Maskapai Nokair. Perjalanan Nakorn – Bangkok ditempuh dengan waktu 1 jam, Berangkat jam 19.00  dan tiba di Don Muang Airport jam 20.00 . Di Don Muang Airport Team B kemudian bertemu dengan Team A untuk selanjutnya diantar dengan 2 (dua)  Minivan ke Hotel Ibis Bangkok untuk beristirahat dan overnight
Sebagai kesimpulan dari Pengalaman dan Sharing Pembelajaran Adaptasi di Thailand memberikan informasi dan catatan yang dapat digarisbawahi bahwa Program Adaptasi yang dikembangkan oleh RTF beserta mitra, memberikan manfaat bagi komunitas pesisir terutama dalam merestorasi dan mempertahankan ekosistem pesisir termasuk penyesuaian masyarakat pesisir atas dampak negative perubahan iklim. Adapun dukungan pemerintah di Thailand cukup signifikan, khususnya dalam asistensi teknis dari Dinas Perikanan serta support dari Universitas sangat signifikan membantu progress BCR CC di Thailand.

Kegiatan hari kelima
Agenda hari kelima atau terakhir adalah Perjalanan kembali ke Indonesia dengan menggunakan Maskapai Garuda Indonesia Airways
Perjalanan dari Bangkok ke Jakarta selanjutnya Makassar ditempuh pada siang hari dan tiba tengah malam di Makassar.  Berangkat dari   Svurnabhumi International Airport Bangkok Jam 14.15 kemudian Transit di Bandara Sokarno Hatta Cengkareng Jakarta jam 17: 15 dan kemudian meneruskan perjalan ke Makassar Jam 21.30 WIB serta tiba dengan selamat di Hasanuddin Airport Jam 00.30 WITA.
Seluruh team kemudian berpisah di Bandara Hasanuddin Makassar untuk selanjutnya ke daerah dan wilayah masing masing. 

Komentar